pengertianartidefinisidari.blogspot.com, Agama Hindu adalah salah satu agama atau aliran kepercayaan yang hingga kini masih dikenal oleh masyarakat di dunia. Agama ini dalam perjalanannya memiliki kisah, sistem peraturan dan kemasyarakatan yang unik bila dibandingkan dengan agama lainnya. Agama ini juga dikenal mengandung sinkretisme yang dibentuk dari perpaduan antara berbagai jenis kepercayaan dan budaya di anak benua India. Bila dipikirkan, dari seluruh agama yang masih hidup, mungkin agama Hindu yang paling tua setelah kepercayaan animisme dan dinamisme.
Maka dari itu, dalam mempelajari studi tentang agama-agama, pembahasan agama Hindu bila dibandingkan dengan agama-agama lainnya ialah paling awal bila diruntut secara sejarah perkembangan agama-agama di dunia, dan juga memiliki nilai historis yang sangat tinggi walaupun asal-usul terbentuknya agama ini belum ditemukan. Sehingga dipandang perlu mengetahui agama Hindu beserta seluk-beluknya pada saat memperbincangkan agama-agama di dunia.
Agama hindu yang menganut ajaran pustaka Suci Weda yang di wahyukan oleh Sang Hyang Widhi mempunyai kerangka yang terdiri dari tatwa (filsafat), Susila (etika), dan Upacara (ritual). Ketiga hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Filsafat, Etika, dan Upacara harus dipahami, dihayati, dan dilaksanakan agar tujuan agama Hindu bisa tercapai.
Hari Raya Nyepi salah satu hari raya besar umat hindu di bali, filsafat (tattwa) dan susila (etika) yang menjadi acuan semua upacara hari raya hindu di Bali. Nilai-nilai buday hindu yang diakui didalam upacara yadnya termasuk upacara yadnya pada hari raya nyepi merrupakan suatu kekuatan spritual yang dapat membentuk jati diri umat sebagai wahana pengendalian diri dan dapat sebagai penguat integrasi umat manusia dalam arti yang sangat universal.
Umat hindu di Bali merayakan upacara pergantian tahun saka (sistem penanggalan umat hindu) tidak sseperti halnya pergantian tahun masehi yang dilaksanakan dengan berpesta pora, perayaan pergantian tahun saka justru dilaksanakan dengan sunyi dan damai. Perayaan ini disebut dengan nyepi. Sesuai dengan arti katanya, nyepi berarti kegiatan yang dilakukan dengan sepi.
Pada saat hari raya nyepi, umat Hindu Di Bali melaksanakan Catur Brata Penyepian atau Empat Pantangan Yang harus Dilakukan sehingga suasana di bali pada saat nyepi benar-benar sunyi bagaikan kota mati.
Sehari sebelum hari raya nyepi sebagai peringatan Tahun Baru Saka oleh umat Hindu, diBali diadakan acara Tawur kesanga. Prosesi acara terdiri dari rangkaian pecauran di masing-masing pewidangan (banjar/Desa pekraman). Yang waktunya dapat dilaksanakan pada siang hari samapai sandykala yaitu saat perpaduan antara hari sore dengan hari malam.
Pecauran/tawur kesanga bertujuan untuk melakukan penyomian para bhuta(kegelapan) menjadi dewa (sinar suci). Pada sandykala atau sering disebut sandikala sebagai batas akhir pelaksanaan pecauruan,yang dirangkaikan dengan pelaksanaan kegiatan meabu-abu yaitu kegiatan yang diyakini sebagai puncak keberhasilan dalam prosesi penyomiyan. Karenanya pada saat itu dilaksanakan upacar ngaturang blabaran atau segehan padda sanggah cucuk di masing-masing pelebuhan.
Puncak dari prosesi ngaturang blabaran ini adalah dengan membunyikan berbagai suara yang menimbulkan suara kegaduhan( dengan memukul kentongan, kaleng, ember,dll), disertai api obor dengan berkeliling pekarangan rumah atau desa. Tujuannya adalah agar para bhuta tidak lagi kembali kelingkungan pedesaan.
Adanya prinsip Desa (tempat),Kala (waktu) dan Patra(keadaan),menyebabkan prosesi pecaruan dilaksanakan sesuai desa mawa cara (sesuai dengan adat istiadatdi desa masing-masing). Seperti halnya didesa Sesetan, Desa Pedungan dan desa Sidakrya denpasar selatan-bali,biasanya upacara meabu-abu dilanjutkan dengan tradisi arak-arakan obor keliling desa. Arak-arakkan biasanya diramaikan dengan berbagai variasi tetabuhan kentongan dan gong sampai pagi. Demikian juga didesa-desa lain di Bali memvisualisasikan berbagai kegiatan yang berkonotasi sama yaitu dalam rangka penyomiyan kalangan bhuta.
Seluruh rangkaian kegiatan keramaian sebagai bagian upacara meabu-abu itu telah menggelitik inspirasi beberapa kreator di Bali yaitu untuk menjadikanya ranah penuangan berbagai kreasi yang mempertajam pemaknaan dari berbagai kreasi yang mempertajam pemaknaan dari berbagai kegiatan dan keramaian yang dilakukan oleh masyarakat
Lalu Bagi Umat Hindu, apa sebenarnya sejarah dan upacara hari Raya Nyepi dalam menyambut Tahun baru saka tersebut. Berikut penjelasan lengkap mengenai Tahun Baru Saka untuk merayakan Nyepi di Tahun 2021 ini dalam artikel pengertianartidefinisidari.blogspot.com.
Tahun saka juga disebut saka warsa. Warsa artinya tahun sedangkan saka adalah nama keluarga raja yang terkenal di India yang menciptakan kedamaian rakyat. Centarna demikian : Pada tahun 78 Masehi di India dinobatkan seorang raja bernama Kaniska. Raja Kaniska sangat terkenal dibidang pembinaan Agama dan kebudayaan. Beliaulah yang membuat tahun saka pertama kali dan berkembang sampai ke Indonesia. Pada kepeminpinan beliau perkembangan Agama dan kebudayaan sangatlah baik yang menyebabkan pemeluk merasa damai.
Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan dengan membawa arca, pretima, barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa diarak oleh umat menuju laut atau sumber air untuk memohon pembersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan). Seperti dinyatakan dalam Rg Weda II. “ Apam napatam paritastur apah” yang artinya “Air yang berasal dari mata air dan laut mempunyai kekuatan untuk menyucikan. Selesai melasti Pretima, Arca, dan Sesuhunan Barong biasanya dilinggihkan di Bale Agung (Pura Desa) untuk memberkati umat dan pelaksanaan Tawur Kesanga. selang waktu dua tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara melasti atau disebut juga melis/mekiyis, dihari ini seluruh perlengkapan persembahyangan yang ada di pura di arak ketempat-tempat yang mengalirkan dan mengandung air seperti laut,danau dan sungai, karena laut,danau,dan sungai adalah sumber air suci ( tirta amerta ) dan bisa membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di diri manusia dan alam.
Upacara melasti dilalukan antara empat atau tiga hari sebelum nyepi. Pelaksanaan upacara melasti disebutkan dalam lontar Sundarigama seperti ini: ”manusia kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata. “ di bali umat hindu melaksanakan upacara melasti dengan mengusung pralingga atau pratima ida Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati tulus ikhlas, tertib dan hidmat menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci. Upacara dilaksanakan dengan melakukan persembahyangan bersama menghadap laut. Setelah upacara melasti usai dilakukan, pratima dan segala perlengkapannya di usung ke balai agung di pura desa. Sebelum ngrupuk atau mabuu-buu, dilakukan nyejer dan selama itu umat melakukan persembahyangan.
Upacara melasti ini identik dengan upacara nagasankirtan di india. Dalam upacara melasti, pratima yang merupakan lambang wahana ida bhatara, diusung keliling desa menuju laut dengan tujuan agar kesucian pratima itu dapat menyucikan desa. Sedangkan upacara nagasankirtan di india , umat hindu berkeliling desa, mengidungkan nama-nama tuhan ( Nama smaranam ) untuk menyucikan desa yang dilaluinya.
Dalam rangkaian nyepi di bali, upacara yang dilakukan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut :
Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah). Di situ umat menghaturkan segehan Panca Warna 9 tanding, segehan nasi sasah 100 tanding. Sedangkan di pintu masuk halaman rumah, dipancangkanlah sanggah cucuk (terbuatdari bambu) dan di situ umat menghaturkan banten daksina, ajuman, peras, dandanan, tumpeng ketan sesayut,penyeneng jangan-jangan serta perlengkapannya. Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelan (ketupat 6 buah), sujang berisi arak tuak.
Di bawah sanggah cucuk umat menghaturkan segehan agung asoroh, segehan manca warna 9 tanding dengan olahan ayam burumbun dan tetabuhan arak, berem, tuak dan air tawar.
Setelah usai menghaturkan pecaruan, semua anggota keluarga, kecuali yang belum tanggal gigi atau semasih bayi, melakukan upacara byakala prayascita dan natab sesayut pamyakala lara malara dan di halaman rumah.
Upacara ini dilakukan didepan pekarangan, perempatan jalan, alun-alun maupun lapangan, lalu ogoh-ogoh yang menggambarkan buta kala ini yang diusung dan diarak secara beramai-ramai oleh masyarakat dengan membawa obor diiringi tetabuhan dari kampung, upacara ini kira-kira mulai dilaksanakan dari petang hari jam enam sore sampai paling lambat jam dua belas malam, setelah upacara ini selesai ogoh-ogoh tersebut dibakar, ini semua bermakna bahwa seluruh roh-roh jahat yang ada sidah diusir dan dimusnahkan saat hari raya nyepi, seluruh umat hindu yang ada diwajibkan melakukan melakukan catur brata penyepian.
Upacara Bhuta Yajña di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan, dilaksanakan pada tengah hari sekitar pukul 11.00 – 12.00 (kala tepet). Sedangkan di tingkat desa, banjar dan rumah tangga dilaksanakan pada saat sandhyakala (sore hari). Upacara di tingkat rumah tangga, yaitu melakukan upacara mecaru. Setelah mecaru dilanjutkan dengan ngrupuk pada saat sandhyakala, lalu mengelilingi rumah membawa obor, menaburkan nasi tawur. Sedangkan untuk di tingkat desa dan banjar, umat mengelilingi wilayah desa atau banjar tiga kali dengan membawa obor dan alat bunyi-bunyian. Sejak tahun 1980-an, umat mengusung ogoh-ogoh yaitu patung raksasa.
Ogoh-ogoh yang dibiayai dengan uang iuran warga itu kemudian dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh ini merupakan lambang nyomia atau menetralisir Bhuta Kala,yaitu unsur-unsur kekuatan jahat.Ogoh-ogoh sebetulnya tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi. Patung yang dibuat dengan bambu, kertas, kain dan benda-benda yang sederhana itu merupakan kreativitas dan spontanitas masyrakat yang murni sebagai cetusan rasa semarak untuk memeriahkan upacara ngrupuk.
Karena tidak ada hubungannya dengan Hari Raya Nyepi, maka jelaslah ogoh-ogoh itu tidak mutlak ada dalam upacara tersebut. Namun benda itu tetap boleh dibuat sebagai pelengkap kemeriahan upacara dan bentuknya agar disesuaikan, misalnya berupa raksasa yang melambangkan Bhuta Kala.Karena bukan sarana upacara, ogoh-ogoh itu diarak setelah upacara pokok selesai serta tidak mengganggu ketertiban dan keamanan. Selain itu, ogoh-ogoh itu jangan sampai dibuat dengan memaksakan diri hingga terkesan melakukan pemborosan.
Karya seni itu dibuat agar memiliki tujuan yang jelas dan pasti, yaitu memeriahkan atau mengagungkan upacara. Ogoh-ogoh yang dibuat siang malam oleh sejumlah warga banjar itu harus ditampilkan dengan landasan konsep seni budaya yang tinggi dan dijiwai agama Hindu. (Baca: pengertian seni dan kesenian menurut para ahli secara lengkap)
Filosofi tawur dilaksanakan pada catuspata menurut Perande Made Gunung agar kita selalu menempatkan diri ditengah alias selalu ingat akan posisi kita, jati diri kita, dan perempatan merupakan lambing tapak dara, lambang keseimbangan, agar kita selalu menjaga keseimbangan dengan atas (Tuhan), bawah (Alam Lingkungan), kiri kanan (Sesama Manusia). Setelah Tawur pada catuspata, diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobor-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesui, serta memukul benda apasaja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.
Pada malam pengerupukan ini, di bali biasannya tiap desa dimeriahkan dengan adanya Ogoh-Ogoh yang diarak keliling desa disertai dengan berbagai suara mulai dari kulkul, petasan dan juga keplug-keplugan yaitu sebuah bom khas bali yang mengeluarkan suara keras dan menggelegar seperti suara bom yang dihasilkan dari proses gas karbit dan air yang dibakar mengeluarkan suara ledakan yang menggelegar. Ogoh – Ogoh umumnya berwajah seram yang melambangkan Butha Kala, juga menunjukan kreatifitas orang Bali yang luar biasa terkenal dengan budayanya.
Nyepi jatuh pada Penanggal Apiisan Sasih Kedasa (Tanggal 1 Bulan ke 10 Tahun Caka). Umat Hindu merayakan Nyepi selama 24 jam, dari matahari terbit (jam 6 pagi) sampai jam 6 pagi besoknya. Umat diharapkan melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu:
a) Amati Lelanguan
Lelanguan Artinya tidak boleh bersenang-senang. Amati lelanguan yang dimaksud merupakan kegiatan seseorang mulat sarira atau nawas diri terhadap kegiatan yang berkaitan dengan wacika. Wacika adalah perkataan yang benar yang dalam ineraksi dengan sesame maupun dengan Tuhan sudah dilaksanakan atau belum. Menurut tattwa Hindu dalam pustaka suci yang terungkap dalam Sarasamuscaya dan Kekawin Nitisastra mengajarkan sebagai berikut:
Mengacu pada pemikiran diatas manusia Hindu telah diajarkan agar tetap melaksanakan wacika yang parisudha yang artinya:
Uraian penjelasan diatas pengertianartidefinisidari.blogspot.com memberikan kita suatu pelajaran bahwa perkataan (wacika) yang diparisudha itulah yang patut dipahami dan menata sikap perilaku seseorang agar hidup ini aman dan bahagia.
b) Amati Karya
Karya Artinya tidak boleh bekerja. Amati karya sebagai etika Nyepi yang bermaknakan sebagai evaluasi diri dalam kaitan dengan karya (kerja) merenung hasih kerja dalam setahun dan sesebelumnya sudahkah bermanfaat bagi kehidupan manusia. Aktualialisasi amati karya dalam konteks hari raya merupakan perenungan pikiran yang religious yang mengajarkan umat Hindu dalam evaluasi hasil kerja sebagai berikut, yaitu sisihkan hasil kerja untuk yadnya, Hyang Widhi, Rsi, Leluhur maupun Untuk Budhi.
Hal tertera dalam pustaka suci Atharwa Weda III. 24.5 dan Sarasamuscaya Sloka 262, yadnya itu merupakan implementasi dari ajaran Tri Rna. Diajarkan pula melalui yadnya dapat terjadi proses penyucian diri manusia baik secara rohani maupun jasmani. Amati karya bermakna gada yang artinya tidak bekerja dimaknai sebagai kesempatan untuk mengevaluasi kerja kita apakah aktifitas kerja itu sudah berlandaskan dharma atau sebaliknya. Kerja yang baik (subha karma) dapat menolong manusia terhindar dari penderitaan. Berdasarakan uraian diatas ajaran agama Hindu memandang kerja sebagai yadnya dan titah Hyang Widhi.
c) Amati Lelungan
Lelungan Artinya tidak boleh bepergian. Amati lelungan merupakan salah satu dari empat brata penyepian yang berpunsi sebagai evaluasi diri dan sebagai sumber pengendalian diri. Amati lelengan berarti menghentikan bepergian ke luar rumah, maka pada saat Nyepi jalan raya sangat sepi. Dalam konteks yang lebih luas berarti evaluasi diri. Evaluasi kerja berhubungan dengan Tuhan, sesama, dan alam sekitar apakah sudah baik atau belum, sehingga kita dapat menilai hasil kerja seobyetif mungkin. Mutu meningkat untuk kebaikan atau merosot, langkah selanjutnya bisa menentukan sikap. Diharapkan agar lebih memantapkan kualitas kerja untuk hidup manusia.
Pada prinsipnya, saat Nyepi, panca indria kita diredakan dengan kekuatan manah dan budhi. Meredakan nafsu indria itu dapat menumbuhkan kebahagiaan yang dinamissehingga kualitas hidup kita semakin meningkat. Bagi umat yang memiliki kemampuan yang khusus, mereka melakukan tapa yoga brata samadhi pada saat Nyepi itu.
Yang terpenting, Nyepi dirayakan dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya nalar yang tiggi. Hal tersebut akan dapat melahirkan sikap untuk mengoreksi diri dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening menuju jalan yang benar atau dharma.
Untuk melaksanakan Nyepi yang benar-benar spritual, yaitu dengan melakukan upawasa, mona, dhyana dan arcana.
Upawasa artinya dengan niat suci melakukan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam agar menjadi suci.
Kataupawasa dalam Bahasa Sanskerta artinya kembali suci. Mona artinya berdiam diri, tidak bicara sama sekali selama 24 jam.
Dhyana, yaitu melakukan pemusatan pikiran pada nama Tuhan untuk mencapai keheningan.
Arcana, yaitu melakukan persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan keluarga di rumah.
Pelaksanaan Nyepi seperti itu tentunya harus dilaksana-kan dengan niat yang kuat, tulus ikhlas dan tidak didorongoleh ambisi-ambisi tertentu. Jangan sampai dipaksa atau ada perasaan terpaksa. Tujuan mencapai kebebasan rohani itu memang juga suatu ikatan. Namun ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan.
d) Puncak Acara Nyepi
Setelah melaksanakan Amati Lelungan, Keesokan harinya, yaitu pada penanggal pisan, sasih kadasa( tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan “catur brata’’ penyepian yang terdiri dari amati geni ( tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api, amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian),dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa,brata,yoga dan semadhi.
Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun Baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih, tiap orang berilmu ( sang wruhing jnana) melaksanakan brata ( pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan jiwa dengan paramatma(tuhan), tapa (latihan ketahanan menderita) dan samadi (manunggal kepada tuhan,yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin) Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.
Olehsebab itu pada hari ini tapa berate yang kita laksanakan selama 24 jam (Nyepi) hari ini bisa diakhiri dan kembali beraktifitas seperti biasa, memulai hari yang baru untuk berkarya dan mencipta alias berkreatifitas kembali sesuai swadharma/kewajiban masing – masing. Ngembak geni biasanya diisi dengan kegiata mengunjungi kerabat atau saudara untuk bertegur sapa dan bermaaf-maafan.
Mulai dengan aktivitas baru yang didahului dengan mesima krama di lingkungan keluarga, warga terdekat (tetangga) dan dalam ruang yang lebih luas diadakan acara Dharma Santi seperti saat ini.
Yadnya dilaksanakan karena kita ingin mencapai kebenaran. Dalam Yajur Weda XIX. 30 dinyatakan : Pratena diksam apnoti, diksaya apnoti daksina. Daksinasradham apnoti, sraddhaya satyam apyate. Artinya : Melalui pengabdian/yadnya kita memperoleh kesucian, dengan kesucian kita mendapat kemuliaan. Dengan kemuliaan kita mendapat kehormatan, dan dengan kehormatan kita memperoleh kebenaran.
Sesungguhnya seluruh rangkaian Nyepi dalam rangka memperingati pergantian tahun baru saka itu adalah sebuah dialog spiritual yang dilakukan oleh umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis serta sejahtera dan damai.
Mekiyis dan nyejer/ngaturang bakti di Balai Agung adalah dialog spiritual manusia dengan alam dan Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala manifetasi-Nya serta para leluhur yang telah disucikan.
Tawur Agung dengan segala rangkaiannya adalah dialog spiritual manusia dengan alam sekitar para bhutademi keseimbangan bhuana agung bhuana alit. Pelaksanaan catur brata penyepian merupakan dialog spiritual antara din sejati (Sang Atma) seseorang umat dengan sang pendipta (Paramatma) Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dalam din manusia ada sang din /atrnn (si Dia) yang bersumber dan sang Pencipta Paramatma (Beliau Tuhan Yang Maha Esa).
Sima krama atau dharma Santi adalah dialog antar sesama tentang apa dan bagaimana yang sudah, dan yang sekarang serta yang akan datang.
Bagaimana kita dapat meningkatkan kehidupan lahir batin kita ke depandengan berpijak pada pengalaman selama ini. Maka dengan peringatan pergantian tahun baru saka (Nyepi) umat telah melakukan dialog spiritual kepada semua pihak dengan Tuhan yang dipuja, para leluhur, dengan para bhuta, dengan diri sendiri dan sesama manusia demi keseimbangan, keharmonisan, kesejahteraan, dan kedamaian bersama. Namun patut juga diakui bahwa setiap hari suci keagamaan seperti Nyepi tahun 2021 ini,ada saja godaannya. Baik karena sisa-sisa bhutakalanya, sisa mabuknya, dijadikan kesempatan memunculkan dendam lama atau tindakan yang lain.
Dunia nyata ini memang dikuasai oleh hukum Rwa Bhineda. Baik-buruk, menang-kalah, kaya-miskin, sengsara-bahagia dst. Manusia berada di antara itu dan manusia diuji untuk mengendalikan diri di antara dua hal yang saling berbeda bahkan saling berlawanan.
Pengertian Arti Definisi dari ini dilontarkan mengingat kata “tawur” berarti mengembalikan atau membayar. Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam karma wasana. Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas.
Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti Tawur Kesanga bermakna memotivasi keseimbangan jiwa. Nilai inilah tampaknya yang perlu ditanamkan dalam merayakan pergantian Tahun Saka Menyimak sejarah lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai kesadaran dan toleransi yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Umat Hindu dalam zaman modern sekarang ini adalah seperti berenang di lautan perbedaan. Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat. Persamaan dan perbedaan pada zaman modern ini tampak semakin eksis dan bukan merupakan sesuatu yang negatif. Persamaan dan perbedaan akan selalu positif apabila manusia dapat memberikan proporsi dengan akal dan budi yang sehat.
Brata penyepian adalah untuk umat yang telah mengkhususkan diri dalam bidang kerohanian. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai Nyepi dapat dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya. Karena agama diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan masyarakat tertentu.
Keunikan itulah yang menyebabkan tidak ada perayaan Nyepi di India seperti yang dilaksanakan di Bali, karena Nyepi adalah adaptasi tradisi budaya asli Bali.
Nyepi yang ada di Bali dahulu berkembang secara sporadis di beberapa desa di Bali. Disebut sebagai Nyepi Desa, karena khusus berlaku di desa tersebut. Di Kabupaten Buleleng misalnya, desa-desa yang melaksanakan Nyepi Desa adalah Desa Banyuning dan Desa Bukti. Di Kabupaten Karangasem Nyepi Desa dilaksanakan di Desa Tanah Ampo, Desa Datah, dan Desa Manggis. Selain Kabupaten Buleleng dan Karangasem, di Kabupaten Gianyar juga ada desa yang melaksanakan Nyepi Desa, yaitu Desa Buahan.
Selain Nyepi Desa, di Bali juga dikenal ada Nyepi Subak, yaitu ritual yang dilaksanakan dengan tidak melakukan aktivitas apapun yang berkaitan dengan pertanian padasuatu wilayah Subak.
Ada juga ritual Nyepi Segara yang dilaksanakan dengan tidak melakukan sama sekali aktivitas di Laut pada saat perayaannya. Nyepi Segara merupakan tradisi yang masih dilaksanakan hingga saat ini oleh penduduk Kusamba dan penduduk Nusa Penida. Nyepi-Nyepi yang dilaksanakan di Bali dilatarbelakangi pemikiran bahwa untuk keharmonisan bersama, alam dan lingkungan perlu diberi waktu jeda dari aktivitas-aktivitas manusia yang telah rutin dilakukan.
Selain itu, Nyepi juga dikatakan bertujuan untuk antisipasi efek dari perubahan musim.Setelah diadaptasi dengan gaya Hindu, perayaan Nyepi yang dilakukan oleh Hindu Bali memiliki rangkaian ritual yang lebih panjang, yaitu kurang lebih satu minggu, meliputi ritual Melasti, Tawur Agung, dan Pengerupukan. Sedangkan, Nyepi yang dilaksanakan oleh masyarakat non-Hindu Bali hanya satu hari saja, yaitu sesuai dengan tanggal yang tertera pada kalender nasional Indonesia.
Perlu digarisbawahi, masyarakat non-Hindu Bali sama sekali tidak dilibatkan dan dipaksa untuk melaksanakan ritual yang berbau Hindu. Semua ritual yang diwajibkan dilaksanakan oleh masyarakat non-Hindu Bali murni adalah tradisi asli budaya tanah Bali, yaitu empat larangan saat Nyepi yang sudah dijelaskan pada awal tulisan.Jadi sangatlah keliru jika ada pernyataan yang mengatakan bahwa umat non-Hindu di Bali dipaksa untuk melaksanakan ritual Hindu Nyepi, karena semua yang mereka lakukan adalah bagian dari kearifan lokal yang merupakan tradisi budaya asli Bali.
Apa alasannya kenapa seluruh elemen masyarakat yang tinggal Bali wajib melaksanakan Nyepi?
Alasan pertama, sudah pasti karena itu merupakan tradisi budaya asli Bali. Sebagaimana kita tahu, sampai saat ini budaya Bali lah yang menjadi pondasi utama pendongkrak pariwisata Bali hingga bisa sekuat sekarang. Pariwisata Budayalah yang mendatangkan banyak wisatawan ke Bali sehingga di Bali terbuka begitu banyak lapangan kerja dan peluang-peluang bisnis yang banyak. Tentu kita semua orang yang tinggal di Bali, baik itu penduduk asli maupun pendatang, punya tanggung jawab yang sama besar untuk menjaga dan melestarikan budaya Bali. Jika budaya itu tidak dijaga, Bali mau mengandalkan apa?
Alasan kedua, Nyepi adalah cara kita –orang yang tinggal di Bali- menghargai dan memahami alam. Menghargainya dengan memberikan waktu satu hari pada alam untuk bernapas bebas, setelah selama setahun kita menjejali alam ini dengan polusi dan semua perilaku yang merusak alam. Kemudian belajar memahaminya dengan merasakan sendiri indahnya alam, seperti mendengar kicauan burung-burung di pagihari yang biasanya tak kita sadari karena hilang ditelan suara kendaraan bermotor. Kita juga bisa merasakan bagaimana segarnya udara Bali jika tanpa polusi selama satu hari. Momen-momen yang akan memberikan kita kesadaran bahwa kita hidup di bumi ini berdampingan dengan makhluk hidup lain.
Oleh karena itu kita tidak boleh egois mengeksploitasi hanyauntuk kepentingan sesaat manusia, tanpa memikirkan dampak buruknya bagi alam beserta isinya.Alasan ketiga, Nyepi memberi kita waktu untuk berkumpul bersama keluarga selama satu hari penuh didalam rumah. Memberi peluang bagi kita dan keluarga untuk bisa berkeluh kesah, bercerita, dan bertukar pikiran.
Menumbuhkan dan membangkitkan lagi kehangatan dan keakraban dalam keluarga. Ini bisa terjadi karena tidak ada anggota keluarga yang melakukan aktivitas, dan berpergian ke luar rumah. Bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi momen untuk bersua kembali dengan keluarga yang bekerja di luar daerah atau yang tinggal di rumah yang berbeda.
Dan alasan yang terakhir adalah untuk memberikan waktu pada diri kita sendiri agar bisa ‘berhenti sejenak’ dari segala hal yang rutin dilakukan. Meninggalkan hiruk pikuk kemacetan dan polusi. Sejenak tanpa laptop, rapat, dan juga proyektor. Tidak dengan pergi ke mall, bioskop, atau pun gemerlap dunia malam. Memberi waktu pada jiwa dan raga ini untuk beristirahat —dalam artian yang sebenarnya. Bahkan lebih jauh dari itu, untuk bisa berintrospeksi dan merenungkan apa yang telah dan sedang dijalani saat ini. Kalau-kalau ada yang melenceng, masih ada kesempatan untuk meluruskannya.
Demikianlah artikel sejarah dan pengertian hari raya nyepi bagi umat Hindu di Bali dalam menyambut Tahun Baru Saka 1943 pada tulisan pengertianartidefinisidari.blogspot.com, Selamat melaksanakan Catur Brata penyepian bagi Sahabat Bali beragama Hindu!
Maka dari itu, dalam mempelajari studi tentang agama-agama, pembahasan agama Hindu bila dibandingkan dengan agama-agama lainnya ialah paling awal bila diruntut secara sejarah perkembangan agama-agama di dunia, dan juga memiliki nilai historis yang sangat tinggi walaupun asal-usul terbentuknya agama ini belum ditemukan. Sehingga dipandang perlu mengetahui agama Hindu beserta seluk-beluknya pada saat memperbincangkan agama-agama di dunia.
Agama hindu yang menganut ajaran pustaka Suci Weda yang di wahyukan oleh Sang Hyang Widhi mempunyai kerangka yang terdiri dari tatwa (filsafat), Susila (etika), dan Upacara (ritual). Ketiga hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Filsafat, Etika, dan Upacara harus dipahami, dihayati, dan dilaksanakan agar tujuan agama Hindu bisa tercapai.
Hari Raya Nyepi salah satu hari raya besar umat hindu di bali, filsafat (tattwa) dan susila (etika) yang menjadi acuan semua upacara hari raya hindu di Bali. Nilai-nilai buday hindu yang diakui didalam upacara yadnya termasuk upacara yadnya pada hari raya nyepi merrupakan suatu kekuatan spritual yang dapat membentuk jati diri umat sebagai wahana pengendalian diri dan dapat sebagai penguat integrasi umat manusia dalam arti yang sangat universal.
Umat hindu di Bali merayakan upacara pergantian tahun saka (sistem penanggalan umat hindu) tidak sseperti halnya pergantian tahun masehi yang dilaksanakan dengan berpesta pora, perayaan pergantian tahun saka justru dilaksanakan dengan sunyi dan damai. Perayaan ini disebut dengan nyepi. Sesuai dengan arti katanya, nyepi berarti kegiatan yang dilakukan dengan sepi.
Pada saat hari raya nyepi, umat Hindu Di Bali melaksanakan Catur Brata Penyepian atau Empat Pantangan Yang harus Dilakukan sehingga suasana di bali pada saat nyepi benar-benar sunyi bagaikan kota mati.
Sehari sebelum hari raya nyepi sebagai peringatan Tahun Baru Saka oleh umat Hindu, diBali diadakan acara Tawur kesanga. Prosesi acara terdiri dari rangkaian pecauran di masing-masing pewidangan (banjar/Desa pekraman). Yang waktunya dapat dilaksanakan pada siang hari samapai sandykala yaitu saat perpaduan antara hari sore dengan hari malam.
Pecauran/tawur kesanga bertujuan untuk melakukan penyomian para bhuta(kegelapan) menjadi dewa (sinar suci). Pada sandykala atau sering disebut sandikala sebagai batas akhir pelaksanaan pecauruan,yang dirangkaikan dengan pelaksanaan kegiatan meabu-abu yaitu kegiatan yang diyakini sebagai puncak keberhasilan dalam prosesi penyomiyan. Karenanya pada saat itu dilaksanakan upacar ngaturang blabaran atau segehan padda sanggah cucuk di masing-masing pelebuhan.
Puncak dari prosesi ngaturang blabaran ini adalah dengan membunyikan berbagai suara yang menimbulkan suara kegaduhan( dengan memukul kentongan, kaleng, ember,dll), disertai api obor dengan berkeliling pekarangan rumah atau desa. Tujuannya adalah agar para bhuta tidak lagi kembali kelingkungan pedesaan.
Adanya prinsip Desa (tempat),Kala (waktu) dan Patra(keadaan),menyebabkan prosesi pecaruan dilaksanakan sesuai desa mawa cara (sesuai dengan adat istiadatdi desa masing-masing). Seperti halnya didesa Sesetan, Desa Pedungan dan desa Sidakrya denpasar selatan-bali,biasanya upacara meabu-abu dilanjutkan dengan tradisi arak-arakan obor keliling desa. Arak-arakkan biasanya diramaikan dengan berbagai variasi tetabuhan kentongan dan gong sampai pagi. Demikian juga didesa-desa lain di Bali memvisualisasikan berbagai kegiatan yang berkonotasi sama yaitu dalam rangka penyomiyan kalangan bhuta.
Seluruh rangkaian kegiatan keramaian sebagai bagian upacara meabu-abu itu telah menggelitik inspirasi beberapa kreator di Bali yaitu untuk menjadikanya ranah penuangan berbagai kreasi yang mempertajam pemaknaan dari berbagai kreasi yang mempertajam pemaknaan dari berbagai kegiatan dan keramaian yang dilakukan oleh masyarakat
Lalu Bagi Umat Hindu, apa sebenarnya sejarah dan upacara hari Raya Nyepi dalam menyambut Tahun baru saka tersebut. Berikut penjelasan lengkap mengenai Tahun Baru Saka untuk merayakan Nyepi di Tahun 2021 ini dalam artikel pengertianartidefinisidari.blogspot.com.
1. PENGERTIAN HARI RAYA NYEPI
Pengertian Arti Definisi Dari Nyepi berasal dari kata sepi, simpeng atau hening. Sedangkan hari raya Nyepi berarti hari raya suci Agama Hindu yang berdasarkan sasih atau bulan dan tahun masehi yang dirayakan dengan penuh keheningan dengan menghentikan segala aktifitas yang bersifat duniawi maupun dalam bentuk keinginan dan hawa nafsu. Berusaha mengendalikan diri agar dapat tenang dan damai lahir bathin dengan menjalankan catur brata penyepian. Hal ini dapat diatur sesuai dengan keperluan. Dasar pemikiran adalah bahwa hari raya Nyepi dikenal dengan sebagai tahun baru saka.Kenapa disebut tahun baru saka untuk perayaan Nyepi?
. Untuk menjawab mengapa tahun baru saka disebut Nyepi, maka ada baiknya sahabat pengertianartidefinisidari.blogspot.com, melihat dalam sejarah lahirnya tahun saka.Tahun saka juga disebut saka warsa. Warsa artinya tahun sedangkan saka adalah nama keluarga raja yang terkenal di India yang menciptakan kedamaian rakyat. Centarna demikian : Pada tahun 78 Masehi di India dinobatkan seorang raja bernama Kaniska. Raja Kaniska sangat terkenal dibidang pembinaan Agama dan kebudayaan. Beliaulah yang membuat tahun saka pertama kali dan berkembang sampai ke Indonesia. Pada kepeminpinan beliau perkembangan Agama dan kebudayaan sangatlah baik yang menyebabkan pemeluk merasa damai.
2. SEJARAH HARI RAYA NYEPI
Kondisi India sebelum Masehi, diwarnai dengan pertikaian yang panjang antara suku banggsa yang memperebutkan kekuasaan sehingga penguasa (Raja) yang menguasai India silih berganti dari berbagai suku, yaitu: Pahlawa, Yuwana, Malawa, dan Saka. Diantara suku – suku itu yang paling tinggi tingkat kebudayaannya adalah suku Saka. Ketika suku Yuechhi di bawah Raja Kaniska berhasil mempersatukan India maka secara resmi kerajaan menggunakan system kalender suku Saka. Keputusan penting ini terjadi pada tahun 78 Masehi. Pada tahun 456 M (atau Tahun 378 S), datang ke Indonesia mendarat di pantai Rembang (Jawa Tengah) dan mengembangkan Agama Hindu di Jawa. Ketika Majapahit berkuasa, (abad ke-13) sistem kalender tahun saka dicantumkan dalam Kitab Nagara Kertagama. Sejak saat itu Tahun Saka resmi digunakan di Indonesia. Masuknya agama Hindu ke Bali kemudian disusul oleh penakukan Bali oleh Majapahit pada abad ke 14 dengan sendirinya membakukan system Tahun Saka di Bali hingga sekarang. Perpaduan budaya (alkulturasi) Hindu India dengan kearifan lokal budaya Hindu Indonesia (Bali) dalam perayaan Tahun Baru Caka inilah yang menjadikan pelaksanaan Hari Raya Nyepi unik seperti saat upacara ini.3. RANGKAIAN UPACARA
Ada serangkaian upacara yang diadakan sebelum dan sesudah hari raya nyepi, diantaranya adalah:Sebelum
Upacara melasti
Melasti berasal dari kata Mala = kotoran/ leteh, dan Asti = membuang/ memusnakan. Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang bertujuan untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (buana alit), dan amertha) bagi kesejahtraan manusia.Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan dengan membawa arca, pretima, barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa diarak oleh umat menuju laut atau sumber air untuk memohon pembersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan). Seperti dinyatakan dalam Rg Weda II. “ Apam napatam paritastur apah” yang artinya “Air yang berasal dari mata air dan laut mempunyai kekuatan untuk menyucikan. Selesai melasti Pretima, Arca, dan Sesuhunan Barong biasanya dilinggihkan di Bale Agung (Pura Desa) untuk memberkati umat dan pelaksanaan Tawur Kesanga. selang waktu dua tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara melasti atau disebut juga melis/mekiyis, dihari ini seluruh perlengkapan persembahyangan yang ada di pura di arak ketempat-tempat yang mengalirkan dan mengandung air seperti laut,danau dan sungai, karena laut,danau,dan sungai adalah sumber air suci ( tirta amerta ) dan bisa membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di diri manusia dan alam.
Upacara melasti dilalukan antara empat atau tiga hari sebelum nyepi. Pelaksanaan upacara melasti disebutkan dalam lontar Sundarigama seperti ini: ”manusia kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata. “ di bali umat hindu melaksanakan upacara melasti dengan mengusung pralingga atau pratima ida Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati tulus ikhlas, tertib dan hidmat menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci. Upacara dilaksanakan dengan melakukan persembahyangan bersama menghadap laut. Setelah upacara melasti usai dilakukan, pratima dan segala perlengkapannya di usung ke balai agung di pura desa. Sebelum ngrupuk atau mabuu-buu, dilakukan nyejer dan selama itu umat melakukan persembahyangan.
Upacara melasti ini identik dengan upacara nagasankirtan di india. Dalam upacara melasti, pratima yang merupakan lambang wahana ida bhatara, diusung keliling desa menuju laut dengan tujuan agar kesucian pratima itu dapat menyucikan desa. Sedangkan upacara nagasankirtan di india , umat hindu berkeliling desa, mengidungkan nama-nama tuhan ( Nama smaranam ) untuk menyucikan desa yang dilaluinya.
Dalam rangkaian nyepi di bali, upacara yang dilakukan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut :
- Di ibukota provinsi dilakukan upacara tawur
- Di kabupaten dilakukan panca kelud
- Di tingkat kecamatan dilakukan panca sanak
- Di tingkat desa dilakukan upacara panca sata
- Di tingkat banjar dilakukan upacara ekasata
Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah). Di situ umat menghaturkan segehan Panca Warna 9 tanding, segehan nasi sasah 100 tanding. Sedangkan di pintu masuk halaman rumah, dipancangkanlah sanggah cucuk (terbuatdari bambu) dan di situ umat menghaturkan banten daksina, ajuman, peras, dandanan, tumpeng ketan sesayut,penyeneng jangan-jangan serta perlengkapannya. Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelan (ketupat 6 buah), sujang berisi arak tuak.
Di bawah sanggah cucuk umat menghaturkan segehan agung asoroh, segehan manca warna 9 tanding dengan olahan ayam burumbun dan tetabuhan arak, berem, tuak dan air tawar.
Setelah usai menghaturkan pecaruan, semua anggota keluarga, kecuali yang belum tanggal gigi atau semasih bayi, melakukan upacara byakala prayascita dan natab sesayut pamyakala lara malara dan di halaman rumah.
Upacara Bhuta Yajna
Bhuta yajna adalah upacara yang dilaksankan sebelum hari raya nyepi. Secara singkat, Bhuta yajna berarti upacara yang mempunyai makna pengusiran roh jahat dengan membuat hiasan atau patung yang berbentuk atau menggambarkan buta kala (raksasa jahat) dalam bahasa balinya disebut ogoh-ogoh, upacara ini dilakukan disetiap rumah, banajar, desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi.Upacara ini dilakukan didepan pekarangan, perempatan jalan, alun-alun maupun lapangan, lalu ogoh-ogoh yang menggambarkan buta kala ini yang diusung dan diarak secara beramai-ramai oleh masyarakat dengan membawa obor diiringi tetabuhan dari kampung, upacara ini kira-kira mulai dilaksanakan dari petang hari jam enam sore sampai paling lambat jam dua belas malam, setelah upacara ini selesai ogoh-ogoh tersebut dibakar, ini semua bermakna bahwa seluruh roh-roh jahat yang ada sidah diusir dan dimusnahkan saat hari raya nyepi, seluruh umat hindu yang ada diwajibkan melakukan melakukan catur brata penyepian.
Upacara Bhuta Yajña di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan, dilaksanakan pada tengah hari sekitar pukul 11.00 – 12.00 (kala tepet). Sedangkan di tingkat desa, banjar dan rumah tangga dilaksanakan pada saat sandhyakala (sore hari). Upacara di tingkat rumah tangga, yaitu melakukan upacara mecaru. Setelah mecaru dilanjutkan dengan ngrupuk pada saat sandhyakala, lalu mengelilingi rumah membawa obor, menaburkan nasi tawur. Sedangkan untuk di tingkat desa dan banjar, umat mengelilingi wilayah desa atau banjar tiga kali dengan membawa obor dan alat bunyi-bunyian. Sejak tahun 1980-an, umat mengusung ogoh-ogoh yaitu patung raksasa.
Ogoh-ogoh yang dibiayai dengan uang iuran warga itu kemudian dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh ini merupakan lambang nyomia atau menetralisir Bhuta Kala,yaitu unsur-unsur kekuatan jahat.Ogoh-ogoh sebetulnya tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi. Patung yang dibuat dengan bambu, kertas, kain dan benda-benda yang sederhana itu merupakan kreativitas dan spontanitas masyrakat yang murni sebagai cetusan rasa semarak untuk memeriahkan upacara ngrupuk.
Karena tidak ada hubungannya dengan Hari Raya Nyepi, maka jelaslah ogoh-ogoh itu tidak mutlak ada dalam upacara tersebut. Namun benda itu tetap boleh dibuat sebagai pelengkap kemeriahan upacara dan bentuknya agar disesuaikan, misalnya berupa raksasa yang melambangkan Bhuta Kala.Karena bukan sarana upacara, ogoh-ogoh itu diarak setelah upacara pokok selesai serta tidak mengganggu ketertiban dan keamanan. Selain itu, ogoh-ogoh itu jangan sampai dibuat dengan memaksakan diri hingga terkesan melakukan pemborosan.
Karya seni itu dibuat agar memiliki tujuan yang jelas dan pasti, yaitu memeriahkan atau mengagungkan upacara. Ogoh-ogoh yang dibuat siang malam oleh sejumlah warga banjar itu harus ditampilkan dengan landasan konsep seni budaya yang tinggi dan dijiwai agama Hindu. (Baca: pengertian seni dan kesenian menurut para ahli secara lengkap)
Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pengerupukan
Pengerupukan dilaksanakan sehari menjelang Nyepi yang jatuh tepat pada Tilem Sasih Kesanga. Pecaruan atau Tawur dilaksanakan catuspata pada waktu tengah hari. Filosofi Tawur adalah sebagai berikut tawur artinya membayar atau mengembalikan. apa yang dibayar dan dikembalikan? Adalah sari-sari alam yang telah dihisap dan digunakan manusia. Sehingga terjadi keseimbangan maka sari-sari alam itu dikembalikan dengan upacara Tawur/Pecaruan yang dipersembahkan kepada Butha sehingga tidak mengganggu manusia melainkan bisa hidup secara harmonis (Butha Somya).Filosofi tawur dilaksanakan pada catuspata menurut Perande Made Gunung agar kita selalu menempatkan diri ditengah alias selalu ingat akan posisi kita, jati diri kita, dan perempatan merupakan lambing tapak dara, lambang keseimbangan, agar kita selalu menjaga keseimbangan dengan atas (Tuhan), bawah (Alam Lingkungan), kiri kanan (Sesama Manusia). Setelah Tawur pada catuspata, diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobor-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesui, serta memukul benda apasaja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.
Pada malam pengerupukan ini, di bali biasannya tiap desa dimeriahkan dengan adanya Ogoh-Ogoh yang diarak keliling desa disertai dengan berbagai suara mulai dari kulkul, petasan dan juga keplug-keplugan yaitu sebuah bom khas bali yang mengeluarkan suara keras dan menggelegar seperti suara bom yang dihasilkan dari proses gas karbit dan air yang dibakar mengeluarkan suara ledakan yang menggelegar. Ogoh – Ogoh umumnya berwajah seram yang melambangkan Butha Kala, juga menunjukan kreatifitas orang Bali yang luar biasa terkenal dengan budayanya.
Nyepi jatuh pada Penanggal Apiisan Sasih Kedasa (Tanggal 1 Bulan ke 10 Tahun Caka). Umat Hindu merayakan Nyepi selama 24 jam, dari matahari terbit (jam 6 pagi) sampai jam 6 pagi besoknya. Umat diharapkan melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu:
a) Amati Lelanguan
Lelanguan Artinya tidak boleh bersenang-senang. Amati lelanguan yang dimaksud merupakan kegiatan seseorang mulat sarira atau nawas diri terhadap kegiatan yang berkaitan dengan wacika. Wacika adalah perkataan yang benar yang dalam ineraksi dengan sesame maupun dengan Tuhan sudah dilaksanakan atau belum. Menurut tattwa Hindu dalam pustaka suci yang terungkap dalam Sarasamuscaya dan Kekawin Nitisastra mengajarkan sebagai berikut:
- Kata-kata menyebabkan sukses dalam hidup;
- Kata-kata menyebabkan orang gagal dalam hidup;
- Kata-kata menyebabkan orang mendapat hasil sebagai sumbu kehidupan dan;
- Kata-kata menyebabkan orang memiliki relasi. (Baca: KATA-KATA UCAPAN SELAMAT HARI SUCI NYEPI TAHUN BARU SAKA 2021/1943)
Mengacu pada pemikiran diatas manusia Hindu telah diajarkan agar tetap melaksanakan wacika yang parisudha yang artinya:
- Proses interaksi social (komunikasi) tidak boleh berkata kasar,
- Mencacai maki dan juga tidak boleh menyebabkan orang tersinggu dan menderita (Sarasamuscaya; Sloka 75).
Uraian penjelasan diatas pengertianartidefinisidari.blogspot.com memberikan kita suatu pelajaran bahwa perkataan (wacika) yang diparisudha itulah yang patut dipahami dan menata sikap perilaku seseorang agar hidup ini aman dan bahagia.
b) Amati Karya
Karya Artinya tidak boleh bekerja. Amati karya sebagai etika Nyepi yang bermaknakan sebagai evaluasi diri dalam kaitan dengan karya (kerja) merenung hasih kerja dalam setahun dan sesebelumnya sudahkah bermanfaat bagi kehidupan manusia. Aktualialisasi amati karya dalam konteks hari raya merupakan perenungan pikiran yang religious yang mengajarkan umat Hindu dalam evaluasi hasil kerja sebagai berikut, yaitu sisihkan hasil kerja untuk yadnya, Hyang Widhi, Rsi, Leluhur maupun Untuk Budhi.
Hal tertera dalam pustaka suci Atharwa Weda III. 24.5 dan Sarasamuscaya Sloka 262, yadnya itu merupakan implementasi dari ajaran Tri Rna. Diajarkan pula melalui yadnya dapat terjadi proses penyucian diri manusia baik secara rohani maupun jasmani. Amati karya bermakna gada yang artinya tidak bekerja dimaknai sebagai kesempatan untuk mengevaluasi kerja kita apakah aktifitas kerja itu sudah berlandaskan dharma atau sebaliknya. Kerja yang baik (subha karma) dapat menolong manusia terhindar dari penderitaan. Berdasarakan uraian diatas ajaran agama Hindu memandang kerja sebagai yadnya dan titah Hyang Widhi.
c) Amati Lelungan
Lelungan Artinya tidak boleh bepergian. Amati lelungan merupakan salah satu dari empat brata penyepian yang berpunsi sebagai evaluasi diri dan sebagai sumber pengendalian diri. Amati lelengan berarti menghentikan bepergian ke luar rumah, maka pada saat Nyepi jalan raya sangat sepi. Dalam konteks yang lebih luas berarti evaluasi diri. Evaluasi kerja berhubungan dengan Tuhan, sesama, dan alam sekitar apakah sudah baik atau belum, sehingga kita dapat menilai hasil kerja seobyetif mungkin. Mutu meningkat untuk kebaikan atau merosot, langkah selanjutnya bisa menentukan sikap. Diharapkan agar lebih memantapkan kualitas kerja untuk hidup manusia.
Pada prinsipnya, saat Nyepi, panca indria kita diredakan dengan kekuatan manah dan budhi. Meredakan nafsu indria itu dapat menumbuhkan kebahagiaan yang dinamissehingga kualitas hidup kita semakin meningkat. Bagi umat yang memiliki kemampuan yang khusus, mereka melakukan tapa yoga brata samadhi pada saat Nyepi itu.
Yang terpenting, Nyepi dirayakan dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya nalar yang tiggi. Hal tersebut akan dapat melahirkan sikap untuk mengoreksi diri dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening menuju jalan yang benar atau dharma.
Untuk melaksanakan Nyepi yang benar-benar spritual, yaitu dengan melakukan upawasa, mona, dhyana dan arcana.
Upawasa artinya dengan niat suci melakukan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam agar menjadi suci.
Kataupawasa dalam Bahasa Sanskerta artinya kembali suci. Mona artinya berdiam diri, tidak bicara sama sekali selama 24 jam.
Dhyana, yaitu melakukan pemusatan pikiran pada nama Tuhan untuk mencapai keheningan.
Arcana, yaitu melakukan persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan keluarga di rumah.
Pelaksanaan Nyepi seperti itu tentunya harus dilaksana-kan dengan niat yang kuat, tulus ikhlas dan tidak didorongoleh ambisi-ambisi tertentu. Jangan sampai dipaksa atau ada perasaan terpaksa. Tujuan mencapai kebebasan rohani itu memang juga suatu ikatan. Namun ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan.
d) Puncak Acara Nyepi
Setelah melaksanakan Amati Lelungan, Keesokan harinya, yaitu pada penanggal pisan, sasih kadasa( tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan “catur brata’’ penyepian yang terdiri dari amati geni ( tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api, amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian),dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa,brata,yoga dan semadhi.
Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun Baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih, tiap orang berilmu ( sang wruhing jnana) melaksanakan brata ( pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan jiwa dengan paramatma(tuhan), tapa (latihan ketahanan menderita) dan samadi (manunggal kepada tuhan,yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin) Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.
Sesudah
Ngembak Geni
Ngembak Geni berasal dari dua kata, dimana ngembak yang berarti mengalir dan geni yang berarti api yang merupakan simbol dari Brahma (Dewa Pencipta).Olehsebab itu pada hari ini tapa berate yang kita laksanakan selama 24 jam (Nyepi) hari ini bisa diakhiri dan kembali beraktifitas seperti biasa, memulai hari yang baru untuk berkarya dan mencipta alias berkreatifitas kembali sesuai swadharma/kewajiban masing – masing. Ngembak geni biasanya diisi dengan kegiata mengunjungi kerabat atau saudara untuk bertegur sapa dan bermaaf-maafan.
Mulai dengan aktivitas baru yang didahului dengan mesima krama di lingkungan keluarga, warga terdekat (tetangga) dan dalam ruang yang lebih luas diadakan acara Dharma Santi seperti saat ini.
Yadnya dilaksanakan karena kita ingin mencapai kebenaran. Dalam Yajur Weda XIX. 30 dinyatakan : Pratena diksam apnoti, diksaya apnoti daksina. Daksinasradham apnoti, sraddhaya satyam apyate. Artinya : Melalui pengabdian/yadnya kita memperoleh kesucian, dengan kesucian kita mendapat kemuliaan. Dengan kemuliaan kita mendapat kehormatan, dan dengan kehormatan kita memperoleh kebenaran.
Sesungguhnya seluruh rangkaian Nyepi dalam rangka memperingati pergantian tahun baru saka itu adalah sebuah dialog spiritual yang dilakukan oleh umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis serta sejahtera dan damai.
Mekiyis dan nyejer/ngaturang bakti di Balai Agung adalah dialog spiritual manusia dengan alam dan Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala manifetasi-Nya serta para leluhur yang telah disucikan.
Tawur Agung dengan segala rangkaiannya adalah dialog spiritual manusia dengan alam sekitar para bhutademi keseimbangan bhuana agung bhuana alit. Pelaksanaan catur brata penyepian merupakan dialog spiritual antara din sejati (Sang Atma) seseorang umat dengan sang pendipta (Paramatma) Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dalam din manusia ada sang din /atrnn (si Dia) yang bersumber dan sang Pencipta Paramatma (Beliau Tuhan Yang Maha Esa).
Sima krama atau dharma Santi adalah dialog antar sesama tentang apa dan bagaimana yang sudah, dan yang sekarang serta yang akan datang.
Bagaimana kita dapat meningkatkan kehidupan lahir batin kita ke depandengan berpijak pada pengalaman selama ini. Maka dengan peringatan pergantian tahun baru saka (Nyepi) umat telah melakukan dialog spiritual kepada semua pihak dengan Tuhan yang dipuja, para leluhur, dengan para bhuta, dengan diri sendiri dan sesama manusia demi keseimbangan, keharmonisan, kesejahteraan, dan kedamaian bersama. Namun patut juga diakui bahwa setiap hari suci keagamaan seperti Nyepi tahun 2021 ini,ada saja godaannya. Baik karena sisa-sisa bhutakalanya, sisa mabuknya, dijadikan kesempatan memunculkan dendam lama atau tindakan yang lain.
Dunia nyata ini memang dikuasai oleh hukum Rwa Bhineda. Baik-buruk, menang-kalah, kaya-miskin, sengsara-bahagia dst. Manusia berada di antara itu dan manusia diuji untuk mengendalikan diri di antara dua hal yang saling berbeda bahkan saling berlawanan.
4. RANGKAIAN MAKNA
Jika kita perhatikan tujuan filosofis Hari Raya Nyepi, tetap mengandung pengertianartidefinisidari dan makna yang relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang. Bhuta Yajña (Tawur Kesanga) mempunyai arti dan makna untuk memotivasi umat Hindu secara ritual dan spiritual agar alam senantiasa menjadi sumber kehidupan.Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia.Pengertian Arti Definisi dari ini dilontarkan mengingat kata “tawur” berarti mengembalikan atau membayar. Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam karma wasana. Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas.
Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti Tawur Kesanga bermakna memotivasi keseimbangan jiwa. Nilai inilah tampaknya yang perlu ditanamkan dalam merayakan pergantian Tahun Saka Menyimak sejarah lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai kesadaran dan toleransi yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Umat Hindu dalam zaman modern sekarang ini adalah seperti berenang di lautan perbedaan. Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat. Persamaan dan perbedaan pada zaman modern ini tampak semakin eksis dan bukan merupakan sesuatu yang negatif. Persamaan dan perbedaan akan selalu positif apabila manusia dapat memberikan proporsi dengan akal dan budi yang sehat.
Brata penyepian adalah untuk umat yang telah mengkhususkan diri dalam bidang kerohanian. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai Nyepi dapat dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya. Karena agama diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan masyarakat tertentu.
5. MAKNA TUJUAN
Adapun tujuan dilaksanakannya hari raya Nyepi dapat dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut:- Aspek Religius merupakan suatu proses penyucian Buana Agung dan Buanaalit untuk mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan lahir bathin (jagadhita dan moksa) terbina kehidupan yang berlandaskan satyam (kebenaran), siwam (kesucian), sundaram (keharmonisan)
- Membiasakan diri untuk melakukan tapa, yoga dan semadi bagi masing-masing pribadi umat, ini mengandung makna evaluasi perbnuatan dala setahun.
- Aspek social budaya merupakan wahana untuk intergrasi umat bersama-sama ngiring Ida Betara dari awal sampai nyejer di Bale Agung.
6. HINDU BALI DALAM RITUAL UMAT HINDU
Agama Hindu memiliki satu karakteristik yang sangat unik, yaitu sifat agama Hindu yang sangat fleksibel. Fleksibel dalam artian melekat dan melebur menjadi satu dengan adat dan budaya di tempat tersebut. Sebagai contoh, ketika berkembang di India, Agama Hindu tersebut memiliki rasa khas India. Lalu setelah berkembang di Indonesia, agama Hindu tersebut memiliki rasa khas Indonesia. Sehingga Agama Hindu yang berkembang di seluruh dunia, baik itu di India, Indonesia, dan tempat lainnya, semuanya memiliki tata cara ritual yang berbeda sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaan wilayahnya.Keunikan itulah yang menyebabkan tidak ada perayaan Nyepi di India seperti yang dilaksanakan di Bali, karena Nyepi adalah adaptasi tradisi budaya asli Bali.
Nyepi yang ada di Bali dahulu berkembang secara sporadis di beberapa desa di Bali. Disebut sebagai Nyepi Desa, karena khusus berlaku di desa tersebut. Di Kabupaten Buleleng misalnya, desa-desa yang melaksanakan Nyepi Desa adalah Desa Banyuning dan Desa Bukti. Di Kabupaten Karangasem Nyepi Desa dilaksanakan di Desa Tanah Ampo, Desa Datah, dan Desa Manggis. Selain Kabupaten Buleleng dan Karangasem, di Kabupaten Gianyar juga ada desa yang melaksanakan Nyepi Desa, yaitu Desa Buahan.
Selain Nyepi Desa, di Bali juga dikenal ada Nyepi Subak, yaitu ritual yang dilaksanakan dengan tidak melakukan aktivitas apapun yang berkaitan dengan pertanian padasuatu wilayah Subak.
Ada juga ritual Nyepi Segara yang dilaksanakan dengan tidak melakukan sama sekali aktivitas di Laut pada saat perayaannya. Nyepi Segara merupakan tradisi yang masih dilaksanakan hingga saat ini oleh penduduk Kusamba dan penduduk Nusa Penida. Nyepi-Nyepi yang dilaksanakan di Bali dilatarbelakangi pemikiran bahwa untuk keharmonisan bersama, alam dan lingkungan perlu diberi waktu jeda dari aktivitas-aktivitas manusia yang telah rutin dilakukan.
Selain itu, Nyepi juga dikatakan bertujuan untuk antisipasi efek dari perubahan musim.Setelah diadaptasi dengan gaya Hindu, perayaan Nyepi yang dilakukan oleh Hindu Bali memiliki rangkaian ritual yang lebih panjang, yaitu kurang lebih satu minggu, meliputi ritual Melasti, Tawur Agung, dan Pengerupukan. Sedangkan, Nyepi yang dilaksanakan oleh masyarakat non-Hindu Bali hanya satu hari saja, yaitu sesuai dengan tanggal yang tertera pada kalender nasional Indonesia.
Perlu digarisbawahi, masyarakat non-Hindu Bali sama sekali tidak dilibatkan dan dipaksa untuk melaksanakan ritual yang berbau Hindu. Semua ritual yang diwajibkan dilaksanakan oleh masyarakat non-Hindu Bali murni adalah tradisi asli budaya tanah Bali, yaitu empat larangan saat Nyepi yang sudah dijelaskan pada awal tulisan.Jadi sangatlah keliru jika ada pernyataan yang mengatakan bahwa umat non-Hindu di Bali dipaksa untuk melaksanakan ritual Hindu Nyepi, karena semua yang mereka lakukan adalah bagian dari kearifan lokal yang merupakan tradisi budaya asli Bali.
Baca:
Apa alasannya kenapa seluruh elemen masyarakat yang tinggal Bali wajib melaksanakan Nyepi?
Alasan pertama, sudah pasti karena itu merupakan tradisi budaya asli Bali. Sebagaimana kita tahu, sampai saat ini budaya Bali lah yang menjadi pondasi utama pendongkrak pariwisata Bali hingga bisa sekuat sekarang. Pariwisata Budayalah yang mendatangkan banyak wisatawan ke Bali sehingga di Bali terbuka begitu banyak lapangan kerja dan peluang-peluang bisnis yang banyak. Tentu kita semua orang yang tinggal di Bali, baik itu penduduk asli maupun pendatang, punya tanggung jawab yang sama besar untuk menjaga dan melestarikan budaya Bali. Jika budaya itu tidak dijaga, Bali mau mengandalkan apa?
Alasan kedua, Nyepi adalah cara kita –orang yang tinggal di Bali- menghargai dan memahami alam. Menghargainya dengan memberikan waktu satu hari pada alam untuk bernapas bebas, setelah selama setahun kita menjejali alam ini dengan polusi dan semua perilaku yang merusak alam. Kemudian belajar memahaminya dengan merasakan sendiri indahnya alam, seperti mendengar kicauan burung-burung di pagihari yang biasanya tak kita sadari karena hilang ditelan suara kendaraan bermotor. Kita juga bisa merasakan bagaimana segarnya udara Bali jika tanpa polusi selama satu hari. Momen-momen yang akan memberikan kita kesadaran bahwa kita hidup di bumi ini berdampingan dengan makhluk hidup lain.
Oleh karena itu kita tidak boleh egois mengeksploitasi hanyauntuk kepentingan sesaat manusia, tanpa memikirkan dampak buruknya bagi alam beserta isinya.Alasan ketiga, Nyepi memberi kita waktu untuk berkumpul bersama keluarga selama satu hari penuh didalam rumah. Memberi peluang bagi kita dan keluarga untuk bisa berkeluh kesah, bercerita, dan bertukar pikiran.
Menumbuhkan dan membangkitkan lagi kehangatan dan keakraban dalam keluarga. Ini bisa terjadi karena tidak ada anggota keluarga yang melakukan aktivitas, dan berpergian ke luar rumah. Bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi momen untuk bersua kembali dengan keluarga yang bekerja di luar daerah atau yang tinggal di rumah yang berbeda.
Dan alasan yang terakhir adalah untuk memberikan waktu pada diri kita sendiri agar bisa ‘berhenti sejenak’ dari segala hal yang rutin dilakukan. Meninggalkan hiruk pikuk kemacetan dan polusi. Sejenak tanpa laptop, rapat, dan juga proyektor. Tidak dengan pergi ke mall, bioskop, atau pun gemerlap dunia malam. Memberi waktu pada jiwa dan raga ini untuk beristirahat —dalam artian yang sebenarnya. Bahkan lebih jauh dari itu, untuk bisa berintrospeksi dan merenungkan apa yang telah dan sedang dijalani saat ini. Kalau-kalau ada yang melenceng, masih ada kesempatan untuk meluruskannya.
Demikianlah artikel sejarah dan pengertian hari raya nyepi bagi umat Hindu di Bali dalam menyambut Tahun Baru Saka 1943 pada tulisan pengertianartidefinisidari.blogspot.com, Selamat melaksanakan Catur Brata penyepian bagi Sahabat Bali beragama Hindu!
Post a Comment for "PENGERTIAN DAN SEJARAH HARI RAYA NYEPI BAGI UMAT HINDU"